Saturday, 16 June 2012

Aku, Perempuan, perasaan dan pikiran

Seharusnya memang tidak pernah ada suatu tuntutan yang harus aku lontarkan pada seorang laki-laki, tidak ada laki-laki yang sempurna di dunia ini, semuanya memiliki sisinya masing-masing termasuk prempuan itu sendiri. Karena jika “dia” memang laki-laki seharusnya ia sudah memahami apa yang seharusnya ia lakukan dan sebaliknya jika ia adalah perempuan seharusnya pula ia mampu untuk melakukan sesuatu yang memang sudah menjadi kodratnya, karena agama sudah mengajarkan pada keduanya sejak dulu.

Kehidupan ini begitu beragam, dan waktu terus berputar. Waktu mengajarkan ku tentang banyak hal dalam hidup ini dan waktu juga memaksaku untuk melakukan sesuatu dalam hidup ini. Banyak sekali fenomena yang ku lihat dalam hidup ini mengenai sisi lain perempuan maupun laki-laki, awalnya fenomena semacam ini tak pernah tersebit dalam benakku, tak ku sangka akhirnya aku harus mengerti dan mencoba memahami kehidupan pada sisi ini, awalnya pula aku tak pernah berpikir untuk jauh berpikir mengenai ini tapi waktu berhasil mempertemukan pikiranku, perasaanku dan hatiku pada fenomena-fenomena yang kunjung usai untuk ku kaji dan pahami lebih dalam.

Aku, perasaanku, dan pikiranku selalu menjadi satu dan tak bisa terpecahkan bahkan sulit untuk di pisahkan jalannya jika aku sudah dihadapkan pada sisi ini, terkadang aku tak berdaya, aku hanya mampu melihatnya saja, aku seperti penonton yang tak ubahnya manusia lumpu yang tak mampu bergerak namun terkadang terbesit pula di benak ku untuk melakukan sesuatu pada sisi ini tapi tetap saja aku tak memiliki kemampuan hebat untuk melakukannya.

Banyak pertanyaan yang harus aku tanyakan pada diriku sendiri khususnya jika aku dihadapkan pada sisi ini. “Sisi” bagaimana seharusnya laki-laki bertindak dalam kehidupan ini dan bagaimana seharusnya perempuan bertindak dalam kehidupan ini. Aku percaya Tuhan sudah mengatur segalanya dengan sedemikian rupa, semuanya sudah teratur dan akan berjalan dengan baik jika tidak ada oknum yang berubah merusak tatanan itu tapi kenapa kehidupan ini selalu memberikan cerita yang berbeda, atau Tuhan sengaja dengan semua ini?.

Dulu, aku nyaris tak pernah mau tau tentang hal semacam ini karena aku percaya kehidupanku kelak tak akan seperti itu (sebenarnya aku tak pernah tau kepercayaan itu berasa darimana), dulu aku selalu tak peduli dengan cerita semacam itu, tak pernah memahaminya mungkin karena aku memang tak pernah merasainya. Kini waktu sudah menuntutku untuk mengerti dan memahami hal ini karena hal ini sudah menjadi bagian dalam hidupku sekarang..

Hari ini aku disuguhkan dengan fenomena klasik dalam kehidupan berumahtangga. Sang suami seorang sarjana arsitek dan seorang isteri sarjana ekonomi, kehidupan mereka terbilang layak dan sangat mapan walau sebenarnya aku tak tau apa yang terjadi didalam keluarga itu, bukankah persepsi orang jika sebuah keluarga terlihat mapan dari luar maka keluarga itu telah berhasil dalam mengatasi sebuah problematika paling tidak itu mengenai ekonomi keluarga meski terkadang kita tidak tau apakah orang didalamnya telah mencapai sebuah hal yang dinamakan kebahagiaan atau tidak mencapainya, seperti yang dikatakan oleh seorang temakn dekatku “orang hidup itu tujuannya untuk mencapai sebuah kebahagiaan, apalah artinya memilik banyak kekayaan sedangkan ia tak pernah merasakan apa yang disebut kebahagiaan” persepsi yang miris sekali memang. Apakah orang yang berhasil mengatasi masalah problematika ekonomi disebut dengan orang sukses? Aku tak pernah bisa menanyakan hal itu kepada setiap orang yang memiliki persepsi itu, aku rasa meraka juga yang tak memiliki indikator yang bisa dipertanggungjawabkan tentang takaran sebuah kesuksesan.

Mereka memiliki dua orang anak, sekali lagi aku katakan hidup mereka terbilang mapan, rumah mereka dilengkapi oleh sebauh mobil sedan mewah berwarna hitam dan perabotan rumahtangga yang cukup memenuhi kebutuhan. Hal yang ingin aku tanyakan apakah peran dan fungsi perempuan memang demikian? berada dirumah mengasuh anak, mencuci pakaian, melayani suami dan memasak didapur? Sebatas itu sajakah peran dan fungsinya?. Ketika suaminya pulang dari kerja tak segan-segan ia mengerjakan dua pekerjaan sekaligus, yang pertama ia harus menggendong anaknya yang sedang rewel dan ia menyiapkan peralatan mandi untuk suaminya (handuk dan pakaian) tidak berhenti sampai disitu, bayangkan saja sang isteri yang sedang lelah setelah menyiapkan makan siang harus dihadapkan dengan anak bungsunya yang rewel dan anaknya yang sulung iri dengan kerewelan itu dan sang suami yang notabenenya mengetahui situasi itu malah meminta pakaian yang telah disediakan tadi untuk diganti, alasannya simple saja karena ia tak menyukainya.. ini adegan macam apa?

Lain lagi ceritanya tentang perempuan hebat satu ini, bahterah rumah tangga yang sudah dijalaninya berpuluhan tahun dengan seorang laki-laki yang begitu ia cintai meski ia selalu mengeluhkan kepribadian sang suami. Pernikahan ini sudah mencapai usia puluhan tahun, memiliki 3 buah hati yang sekarang juga sudah memiliki kehidupan rumahtangga sendiri. Sang suami adalah laki-laki manutan yang dianggap yang memiliki kejantanan dalam memimpin rumahtangga untung saja tak dikatakan sebagai laki-laki idiot yang tak bisa melakukan apa-apa, semua keputusan ada ditangan sang isteri memang, hingga kehidupan sekarang menjadi layak rasanya peran sang isteri meman jauh  lebih banyak ketimbang andil sang suami. Laki-laki manutan yang tak pernah bisa memberi solusi kongkret apalagi menentukan keputusan, begitulah yang dirasakan berpuluhan tahun dan tetap bertahan hingga sekarang.

Ini tentang perempuan hebat lainya, laki-laki yang dirasa tak memiliki kemampuan untuk mengajalankan bahtera rumahtangga, laki-laki yang dirasa tak pernah bisa memberi solusi dari permasalahan atau bahkan lebih tepatnya dianggap sebagai troublemaker, laki-laki yang ditekan terlebih dahulu baru mengerti dan paham tentang kondisi sekitar namun walau demikian laki-laki ini tetap menjadi pahlawan bagi anak-anaknya dan perempuan hebat yang setia berada disampingnya selama belasan tahun itulah yang sebenarnya menjadi pahlawan.

Memang tak selamanya cinta menjadikan perempaun sebagai korbanya tapi persepsi tentang perempuan yang menganggap perempuan adalah makhluk lemah yang hanya difungsikan untuk pekerjaan rumah dan melayani suami diaman persepsi itu sudah muncul sejak dari zaman feodalisme itu masih menjadi momok bagi setiap perempuan itu sendiri.

2 comments:

TerimaKasih, ^^ sudah melukiskan komentarnya lewat tulisan..

Salam KenaL.. ^**