Seharusnya memang tidak pernah ada suatu tuntutan yang harus aku
lontarkan pada seorang laki-laki, tidak ada laki-laki yang sempurna di dunia
ini, semuanya memiliki sisinya masing-masing termasuk prempuan itu sendiri.
Karena jika “dia” memang laki-laki seharusnya ia sudah memahami apa yang
seharusnya ia lakukan dan sebaliknya jika ia adalah perempuan seharusnya pula
ia mampu untuk melakukan sesuatu yang memang sudah menjadi kodratnya, karena
agama sudah mengajarkan pada keduanya sejak dulu.
Kehidupan ini begitu beragam, dan waktu terus berputar. Waktu
mengajarkan ku tentang banyak hal dalam hidup ini dan waktu juga memaksaku
untuk melakukan sesuatu dalam hidup ini. Banyak sekali fenomena yang ku lihat
dalam hidup ini mengenai sisi lain perempuan maupun laki-laki, awalnya fenomena
semacam ini tak pernah tersebit dalam benakku, tak ku sangka akhirnya aku harus
mengerti dan mencoba memahami kehidupan pada sisi ini, awalnya pula aku tak
pernah berpikir untuk jauh berpikir mengenai ini tapi waktu berhasil
mempertemukan pikiranku, perasaanku dan hatiku pada fenomena-fenomena yang
kunjung usai untuk ku kaji dan pahami lebih dalam.
Aku, perasaanku, dan pikiranku selalu menjadi satu dan tak bisa
terpecahkan bahkan sulit untuk di pisahkan jalannya jika aku sudah dihadapkan
pada sisi ini, terkadang aku tak berdaya, aku hanya mampu melihatnya saja, aku
seperti penonton yang tak ubahnya manusia lumpu yang tak mampu bergerak namun
terkadang terbesit pula di benak ku untuk melakukan sesuatu pada sisi ini tapi
tetap saja aku tak memiliki kemampuan hebat untuk melakukannya.
Banyak pertanyaan yang harus aku tanyakan pada diriku sendiri
khususnya jika aku dihadapkan pada sisi ini. “Sisi” bagaimana seharusnya
laki-laki bertindak dalam kehidupan ini dan bagaimana seharusnya perempuan
bertindak dalam kehidupan ini. Aku percaya Tuhan sudah mengatur segalanya
dengan sedemikian rupa, semuanya sudah teratur dan akan berjalan dengan baik
jika tidak ada oknum yang berubah merusak tatanan itu tapi kenapa kehidupan ini
selalu memberikan cerita yang berbeda, atau Tuhan sengaja dengan semua ini?.
Dulu, aku nyaris tak pernah mau tau tentang hal semacam ini karena
aku percaya kehidupanku kelak tak akan seperti itu (sebenarnya aku tak pernah
tau kepercayaan itu berasa darimana), dulu aku selalu tak peduli dengan cerita
semacam itu, tak pernah memahaminya mungkin karena aku memang tak pernah
merasainya. Kini waktu sudah menuntutku untuk mengerti dan memahami hal ini
karena hal ini sudah menjadi bagian dalam hidupku sekarang..
Hari ini aku disuguhkan dengan fenomena klasik dalam kehidupan
berumahtangga. Sang suami seorang sarjana arsitek dan seorang isteri sarjana
ekonomi, kehidupan mereka terbilang layak dan sangat mapan walau sebenarnya aku
tak tau apa yang terjadi didalam keluarga itu, bukankah persepsi orang jika
sebuah keluarga terlihat mapan dari luar maka keluarga itu telah berhasil dalam
mengatasi sebuah problematika paling tidak itu mengenai ekonomi keluarga meski
terkadang kita tidak tau apakah orang didalamnya telah mencapai sebuah hal yang
dinamakan kebahagiaan atau tidak mencapainya, seperti yang dikatakan oleh
seorang temakn dekatku “orang hidup itu tujuannya untuk mencapai sebuah
kebahagiaan, apalah artinya memilik banyak kekayaan sedangkan ia tak pernah
merasakan apa yang disebut kebahagiaan” persepsi yang miris sekali memang.
Apakah orang yang berhasil mengatasi masalah problematika ekonomi disebut
dengan orang sukses? Aku tak pernah bisa menanyakan hal itu kepada setiap orang
yang memiliki persepsi itu, aku rasa meraka juga yang tak memiliki indikator
yang bisa dipertanggungjawabkan tentang takaran sebuah kesuksesan.
Mereka memiliki dua orang anak, sekali lagi aku katakan hidup
mereka terbilang mapan, rumah mereka dilengkapi oleh sebauh mobil sedan mewah
berwarna hitam dan perabotan rumahtangga yang cukup memenuhi kebutuhan. Hal
yang ingin aku tanyakan apakah peran dan fungsi perempuan memang demikian?
berada dirumah mengasuh anak, mencuci pakaian, melayani suami dan memasak didapur?
Sebatas itu sajakah peran dan fungsinya?. Ketika suaminya pulang dari kerja tak
segan-segan ia mengerjakan dua pekerjaan sekaligus, yang pertama ia harus menggendong
anaknya yang sedang rewel dan ia menyiapkan peralatan mandi untuk suaminya
(handuk dan pakaian) tidak berhenti sampai disitu, bayangkan saja sang isteri
yang sedang lelah setelah menyiapkan makan siang harus dihadapkan dengan anak
bungsunya yang rewel dan anaknya yang sulung iri dengan kerewelan itu dan sang
suami yang notabenenya mengetahui situasi itu malah meminta pakaian yang telah
disediakan tadi untuk diganti, alasannya simple saja karena ia tak
menyukainya.. ini adegan macam apa?
Lain lagi ceritanya tentang perempuan hebat satu ini, bahterah
rumah tangga yang sudah dijalaninya berpuluhan tahun dengan seorang laki-laki
yang begitu ia cintai meski ia selalu mengeluhkan kepribadian sang suami.
Pernikahan ini sudah mencapai usia puluhan tahun, memiliki 3 buah hati yang
sekarang juga sudah memiliki kehidupan rumahtangga sendiri. Sang suami adalah
laki-laki manutan yang dianggap yang memiliki kejantanan dalam memimpin
rumahtangga untung saja tak dikatakan sebagai laki-laki idiot yang tak bisa
melakukan apa-apa, semua keputusan ada ditangan sang isteri memang, hingga
kehidupan sekarang menjadi layak rasanya peran sang isteri meman jauh lebih banyak ketimbang andil sang suami.
Laki-laki manutan yang tak pernah bisa memberi solusi kongkret apalagi
menentukan keputusan, begitulah yang dirasakan berpuluhan tahun dan tetap
bertahan hingga sekarang.
Ini tentang perempuan hebat lainya, laki-laki yang dirasa tak
memiliki kemampuan untuk mengajalankan bahtera rumahtangga, laki-laki yang
dirasa tak pernah bisa memberi solusi dari permasalahan atau bahkan lebih
tepatnya dianggap sebagai troublemaker, laki-laki yang ditekan terlebih dahulu
baru mengerti dan paham tentang kondisi sekitar namun walau demikian laki-laki ini
tetap menjadi pahlawan bagi anak-anaknya dan perempuan hebat yang setia berada
disampingnya selama belasan tahun itulah yang sebenarnya menjadi pahlawan.
Memang tak selamanya cinta menjadikan perempaun sebagai korbanya
tapi persepsi tentang perempuan yang menganggap perempuan adalah makhluk lemah
yang hanya difungsikan untuk pekerjaan rumah dan melayani suami diaman persepsi
itu sudah muncul sejak dari zaman feodalisme itu masih menjadi momok bagi
setiap perempuan itu sendiri.
salam hangat di minggu pagi.. :)
ReplyDeletenice to meet your comment in my blog .. :)
ReplyDelete